KENAPA SEORANG MUSLIM HARUS BELAJAR BAHASA ARAB?

 

 
 

Sayyidina Umar r.a. berkata: “pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab adalah sebagian dari agamamu.”

 

 

 

 

 

 

Jika seseorang ditanyakan tentang kenapa anda belajar bahasa arab? Jawaban umum yang sering muncul adalah “karena bahasa Al Quran”. Jawaban ini adalah jawaban yang luar biasa, karena yang berhubungan dengan Al Quran adalah hal yang sangat penting, terutama bagi seorang muslim. Ini adalah yang banyak dipikirkan oleh kebanyakan muslim, bahkan beberapa muslim yang religius maupun yang kurang religius, sering kali menganggap teks-teks arab biasa sebagai ayat Al Quran. Dan memang cukup sulit untuk mencari jawaban lain yang menghubungkan bahasa arab dengan kepentingan duniawi.

Kebanyakan orang berpikir belajar bahasa Arab bukanlah hal yang penting, mereka sering kali mengatakan “tidak setiap  muslim harus mengerti bahasa arab, itu hanya bagi para ulama, saya hanya muslim biasa, yang penting saya mengikuti ajaran yang disampaikan oleh para ulama itu” Bahkan ketika ditanya tentang fungsi bahasa Arab untuk memahami Al Quran, beberapa orang akan menjawab dengan sangat logis, “Al Quran sudah banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa, kita bisa memahaminya melalui terjemahannya.” Karena memang terjemahan Al Quran mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para ulama dan kementrian agama di Indonesia, sehingga bukanlah terjemahan abal-abal, penterjemahnya dipastikan ahli bahasa dan memiliki kapabilitas yang baik.

Namun apakah terjemahan tersebut sama dengan Al Quran? Tidak! Banyak hal yang hilang dari Al Quran ketika diterjemahkan, seperti pahala dalam membacanya, kemukjizatannya, variasi kosa kata, tata bahasa dalam membentuk makna yang tepat, dll.

 

Al Quran sebagai Mu’jizat dan Pesan Allah swt

Allah swt menurunkan Al Quran kepada Nabi Muhammad saw sebagai mu’jizat, karena tanpa mu’jizat, seorang Nabi akan mengalami kesulitan dalam berdakwah. Kita bisa membayangkan jika kita hidup seribu tahun lalu, kemudian ada tetangga kita berkata, “aku adalah utusan Allah, maka berimanlah kepadaku. Apapun yang aku katakan adalah dari Allah dan kamu harus melakukannya.” Mungkinkah kita mempercayainya? Lihat saja apa yang dikatakan orang-orang kafir terhadap Nabi Muhammad, mereka menyebut beliau tukang sihir, gila, pembohong dll, karena memang secara alamiyah manusia itu sulit untuk tunduk dan patuh kepada manusia lainnya.

Selain itu, Al Quran juga berisi ajaran atau pesan Allah untuk orang-orang yang beriman. Jadi, Al-Quran memiliki dua peran penting, sebagai mu’jizat dan sebagai pesan Allah. Berbeda dengan mu’jizat Nabi Musa ketika membelah lautan, atau Nabi Isa ketika menghidupkan orang mati, yang hanya merupakan mu’jizat. Adapun pesan yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa terpisah dari mu’jizatnya.

Mu’jizat juga berfungsi untuk membentuk keimanan yang kuat dalam hati manusia. Mu’jizat para Nabi terdahulu bersifat ‘visual’. Jika seseorang yang melihat Nabi Musa membelah lautan atau merubah tongkatnya menjadi ular, maka ia sedang menyaksikan mu’jizat yang luar biasa dan seharusnya ia akan beriman. Tetapi berbeda dengan orang yang tidak melihat langsung, keimanan mereka tentu di level yang berbeda, di bawah orang yang melihat langsung. Contoh kecil adalah ketika Nabi Musa merubah tongkatnya menjadi ular, para penyihir Firáun seketika beriman kepada Nabi Musa, karena mereka melihat langsung dan mengerti bahwa itu bukanlah sihir, tetapi benar-benar mu’jizat. Berbeda dengan Firaun meskipun ia melihat langsung, tetapi ia tidak mengerti perbedaan sihir dan mu’jizat, sehingga ia tidak beriman.

Demikian juga dengan Al Quran. Sisi kemu’jizatan Al Quran tidak muncul kecuali dalam bahasa Arab. Sehingga seseorang yang tidak mengerti bahasa Arab akan kehilangan beberapa hal pentingnya. Sebagaimana Firaun yang hanya melihat tongkat berubah menjadi ular tanpa mengetahui inti perbedaan sihir dan mu’jizat.

Dari sini jelas, perbedaan keimanan kita dengan keimanan para sahabat yang pada saat itu dapat menangkap Al Quran dalam kedua aspek pentingnya, mu’jizat dan pesan. Ayat Al Quran akan terasa lebih berarti bagi seseorang dan ia akan merasakan keimanan yang berbeda jika ia bisa memahami keindahannya, melalui bahasa Arab. Tidak menutup kemungkinan seseorang di zaman ini akan mengalami pegalaman spiritual seperti yang dialami oleh para sahabat ketika mendengarkan Al Quran, jika ia bisa memahaminya, seolah-olah ia adalah orang pertama yang mengalami secara langsung kemu’jizatan Al Quran.

 

Keindahan Al Quran dalam Bahasa Arab, Bukan Terjemahan

Terjemahan Al Quran juga tidak mungkin menerjemahkan aspek mu’jizat, bahkan terjemahan yang terbaik sekalipun. Mu’jizat Al Quran hanya dapat ditemukan dalam kata-kata pilihan Allah, itulah yang membuatnya menjadi mu’jizat. Berikut salah satu contoh keindahan Al Quran dalam bahasa arab [QS. 74: 3]

????????? ?????????

Huruf awalnya adalah wawu sebagai isti’naf dan lafadz selanjutnya adalah ROBBAKA FAKABBIR. Lafadz ini jika dibolak-balik dari belakang juga akan tetap terbaca sama. Hal semacam ini dalam bahasa inggris disebut Palindrome, dan tidak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa lain dalam bentuk palindrome juga. Terdapat banyak palindrome dalam Al Quran. Allah mengajarkan ayat ini secara langsung kepada Nabi Muhammad satu kali waktu, tanpa membuka kamus, dan tanpa menulis.

Selain itu, penggunaan beberapa kosa kata yang berbeda untuk makna yang sama. Misalkan dalam QS. 28: 10

?????????? "???????" ????? ??????? ???????? ???? ??????? ?????????? ???? ??????? ???? ????????? ????? "???????"???? ?????????? ???? ???????????????

“dan menjadi kosonglah “hati” ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak kami teguhkan “hati”nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya”

Allah menyebutkan Fuad dan Qalb, yang tentu maksudnya berbeda, karena jika sama tentu Allah akan menggunakan satu kata yang sama. Tetapi dalam terjemahan, kita hanya mendapatkan “hati”. Allah juga menyebut manusia dengan kata ins, insan, insiy, basyar, naas, dst, yang tentu mengandung maksud yang berbeda juga.

Seorang muslim perlu belajar bahasa arab, karena kita ingin menghargai pesan Al Quran dan merasakan keindahan mukjizatnya. Banyak hal yang hilang dalam terjemahan Al Quran. Imam Suyuthi mengatakan jika manusia bisa membayangkan jarak antara Allah dan ciptaan-Nya, maka ia bisa membayangkan perbedaan antara kata-kata sang pencipta dan kata-kata ciptaan-Nya. Seperti sebuah puisi berbahasa asing yang diterjemahkan, tentu akan hilang sisi keindahannya, apalagi kata-kata Allah yang diterjemahkan ke dalam kata-kata manusia.

Dalam mempelajari bahasa arab guna menuju kepada Al Quran bukanlah hal yang sederhana, membutuhkan kerja keras dan peruangan. Nouman Ali Khan, CEO Bayyinah Institute, Amerika Serikat, mengatakan, “memahami Al Quran itu mahal, tidak bisa kalian dibeli dengan uang, tetapi harus dibayar dengan waktu dan usaha.”

 

Kegagalan Umat Terdahulu dalam Kitabnya

Dalam salah satu terjemahan hadis Rasulullah saw dikatakan: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Quran dan mengajarkannya.” Dari sini, banyak orang-orang yang membawa anak-anaknya ke masjid, surau, pesantren, atau mendatangkan guru privat ke rumah untuk belajar Al Quran.

Tetapi, sadarkah kita bahwa belajar Al Quran hanyalah terbatas pada belajar membaca dan menghafal. Bahkan, jika seseorang mengatakan “belajar Al Quran” yang terpikirkan adalah ia sedang belajar membaca atau meghafalkan Al Quran, tidak ada yang berpikir untuk memahami artinya.

?????????? ???????????? ??? ???????????? ?????????? ?????? ?????????? ?????? ???? ?????? ???????????

Dalam ayat ini (QS. 02: 78) Allah menceritakan tentang kegagalan Bani Israil dalam kitab mereka, Taurat. Ibnu Abbas dan Qatadah menafsirkan ummiyuna sebagai “mereka mengetahui kitabnya dalam hal membaca dan menghafal, tanpa mengetahui maknanya”. Ayat ini membicarakan kaum bani israil di masa dahulu yang mengalami masalah tragis dalam kitabnya. Lalu, siapakah yang sedang dibicarakan oleh ayat ini di masa sekarang?

Di sisi lain, seseorang yang memahami makna Al Quran juga dapat memperoleh pengalaman religius yang luar biasa. Sebagaimana kisah Umar r.a. sebelum masuk islam, yang bisa menangis dan luluh hatinya ketika mendengar Al Quran yang dibacakan. Begitu juga kisah tiga tokoh kafir yakni Akhnas bin Syuraiq, Abu Sufyan sebelum masuk Islam dan Abu Jahal, yang kecanduan mendengarkan bacaan Al Quran dan setiap malam mereka diam-diam menguping bacaan Rasulullah dari luar rumah beliau. Mereka saat itu bukanlah orang Islam dan membenci Rasulullah dan mereka bisa menemukan pengalaman spiritual yang luar biasa saat mendengarkan dan memahami Al Quran.

Sayyidina Umar r.a. berkata: “pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab adalah sebagian dari agamamu.”