Lembah yang Terlupakan
“Kalian baik-baik saja?” tanya Toro.
“Ya, kita baik-baik saja,” jawab Gare.
“Kita ada di mana?” tanya Vela.
“Kita berada di dasar 'Lembah yang Terlupakan',” ucap lelaki berambut oranye sedikit putih.
“Lembah yang Terlupakan? Apa maksudmu, Kai? Bukannya tadi kita berada di 'Padang Kehancuran'?” tanya Vela kepada lelaki yang ia panggil 'Kai'.
“Kita memang berada di 'Padang Kehancuran' tadi. Sepertinya kita tidak sengaja membuka sesuatu seperti portal atau apalah, yang membuat kita memasuki lembah yang katanya, 'Siapa pun yang memasuki Lembah yang Terlupakan, ia tidak akan pernah bisa kembali ke dunia asalnya',” ujar Kai.
Perkataan Kai membuat Toro dan Gare terkejut, juga Vela yang wajahnya mulai pucat.
“Ja… jadi, kita gak… gak bisa pulang?” tanya Via dengan suara bergetar.
Kai hanya terdiam.
“Kalau gitu, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Gare.
“Kita harus masuk ke dalam hutan ini dan mencari sesuatu, sesuatu seperti kristal berwarna jingga,” ucap Kai setelah lama berdiam diri. Mendengar hal itu, teman-temannya pun mengangguk, lalu bersama-sama mereka memasuki hutan itu.
***
Mereka mencari di setiap sudut hutan, tetapi tidak kunjung menemukan apa pun. Hutan ini tidak begitu luas, tetapi di pinggir hutan terdapat banyak sungai, seakan-akan sungai itu adalah tembok yang melindungi hutan.
“Kita sudah mencari ke seluruh pelosok hutan dan tidak menemukan apa-apa,” keluh Toro sambil duduk di atas batu yang ada di dekat sungai. Saat ini mereka berada di hutan pinggir sungai. Setelah lelah melakukan pencarian, mereka ingin beristirahat di dekat sungai. Untunglah air sungai itu jernih dan bisa diminum.
“Apa kau punya petunjuk lain, Kai?” tanya Toro.
Kai menggeleng, sayangnya ia tidak tahu.
“Aku mau minum dulu, ya,” pamit Vela yang kemudian berjalan menuju sungai untuk minum. Ia menangkupkan kedua tangannya seperti mangkuk, lalu mengambil air dan meminumnya. Segar, itulah yang dirasakan Vela setelah minum air sungai. Ia juga membasuh wajahnya yang sempat terkena debu tanah akibat jatuh dari permukaan lembah. Setelah itu, dia menatap bayangannya di air sungai yang mengalir pelan. Air sungai itu terlihat jernih sampai-sampai ia bisa melihat dasar sungai yang dipenuhi bebatuan juga ikan-ikan sungai yang berenang hilir-mudik. Ia termenung menatap sungai, memikirkan sesuatu. Apa itu sesuatu seperti kristal berwarna jingga? Ia bertanya dalam hati.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, terlihat langit mulai berwarna jingga. Senja telah tiba. Ketika cahaya senja mengenai air sungai, air sungai itu berkilauan seperti kristal berwarna jingga. Vela akhirnya menyadarinya, bukan kristal sungguhan yang mereka cari saat ini. Ini adalah teka-teki. Kristal berwarna jingga adalah sungai ini yang disinari cahaya senja. Vela pun berlari untuk mengabari teman-temannya.
“Hei, kalian! Sepertinya aku paham apa yang kita cari sebenarnya,” Vela terlihat bersemangat. Ketiga teman lelakinya menatap sedikit bingung, tetapi memilih mengikuti kawan perempuan mereka menuju sungai.
“Yang kita cari bukan kristal atau permata yang berharga. Tapi sederhana saja, yang kita cari adalah sungai ini, sungai yang disinari semburat jingga senja,” ucap Vela mantap seraya menatap sungai itu, diikuti oleh ketiga temannya.
“Apakah sungai ini adalah jawabannya? Kalau iya, bagaimana cara kita mengetahuinya?” tanya Gare.
“Kita harus menyelam ke dalam sungai itu,” Vela berseru dengan percaya diri.
“Kau yakin?” Gare bertanya memastikan.
“Tak ada salahnya untuk mencoba, bukan?” Vela telah berdiri di pinggir sungai, bersiap untuk menyelam. Ia pun langsung melompat dan menyelam ke dalam sungai yang jernih itu. Awalnya tidak terjadi apa-apa, tetapi ketika ia sampai di dasar sungai, ia menghilang.
Ketiga lelaki itu terkejut melihat kawan perempuan mereka menghilang ketika sampai di dasar sungai.
“Vela! Vela!” Mereka memanggil nama Vela berkali-kali, tetapi tetap tidak ada jawaban. Wujudnya juga tidak terlihat.
Oleh Tasya Salmalia Ali (Kelas XI Putri)
0 Komentar